Rabu, 21 Oktober 2015

Mukjizat Nabi ; Antara Logika dan Teks Wahyu


Dalam kitab Fiqh al-Sirah milik Al-Allamah shaikh Said Ramadhan al-Buthi, pada mukadimah kitab dijelaskan bahwa dewasa ini, diantara usaha yang disebarkan oleh kelompok orientalis barat adalah berusaha menutup-nutupi keagungan risalah Nabi Muhammad SAW dengan mengatakan bahwa mukjizat Rasulullah SAW tidak ‘sesakral’ seperti yang kita bayangkan. 

Seperti contoh burung Ababil  yang dikirim Allah untuk membunuh pasukan gajah Abraha saat itu, mereka katakan tidak nyata, dan menakwilkan ababil yang dimaksud adalah penyakit cacar. Disisi lain, mereka juga mengatakan bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW tidak nyata dan menganggap bahwa peristiwa tersebut hanyalah terjadi di alam mimpi. 

Sebagai seorang muslim, kita wajib mengimani tentang mukjizat kenabian, meskipun kita tidak pernah hidup pada zaman Nabi dan melihat mukjizat itu secara nyata. Namun, jika semua mukjizat yang Allah berikan kepada para utusan-Nya itu selalu kita tarik pada nalar rasional dan logika, maka sulit bagi kita untuk menerimanya. Karena mukjizat sendiri adalah sesuatu yang muncul diluar adat dan kebiasaan manusia, kita hanya wajib untuk mengimani dan percaya akan mukjizat tersebut.

Lantas, bagaimana jika ada orang yang tidak percaya dengan mukjizat para Nabi, dan menganggapnya sebagai sesuatu yang mustahil, tidak nyata dan tidak masuk akal?

Coba sekarang sebut saja satu contoh mukjizat yang masih ada dan nyata di depan kita, Al-Quran al-Karim. Selama berabad-abad lamanya al-Quran masih tetap relevan sebagai pedoman umat islam dan tidak pernah berubah. Diluar sana sudah banyak penelitian tentang ‘keautentikan’ Al-Quran secara ilmu sains, kedokteran, astronomi dan banyak lainnya, padahal zaman dulu sangat minim peralatan ilmiah untuk bisa mengetahui semua itu, tapi Rasulullah SAW sudah mendapatkan jawaban dari persoalan-persoalan yang terjadi saat itu dan yang akan datang, melalui mukjizat Al-Quran yang datang dari Allah SWT. 

Semoga Allah SWT selalu membuka pikiran kita untuk kebaikan, dan membimbing kita dalam kebenaran, serta menjauhkan kita dari semua hak yang jauh dari ridho-Nya.

-Allahu Ta’ala A’lam Bis Shawab-


Kairo, 21 Oktober
 
Achmad Dzulfikar Fawzi
(mahasiswa tingkat akhir, fakultas Syariah Islamiyah, Universitas Al-Azhar)

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About