Kamis, 22 Oktober 2015

Jangan Bangga Dengan Ijazah Al-Azhar!





Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. sang pembawa risalah kebenaran, pemisah antara yang haq dan bathil. Amma ba’du,

Jika membincang tentang Al-Azhar, ibarat samudera yang tak kan pernah surut airnya, luas dan takkan ada habisnya. Sepanjang sejarah Islam pada abad ke-9 Masehi, Al-Azhar lahir dimasa kepemimpinan Jauhar As-Siqilli, panglima besar dinasti Fathimiyah saat itu, sebagai pusat penyebaran madzhab Syiah di Mesir. Tapi tak berjalan lama, dinasti Fathimiyah runtuh di tangan khalifah Shalahuddin al-Ayyubi, roda perputaran Syiah di Mesir juga mulai memudar, dan berpindah nafas menjadi Sunni, hingga Al-Azhar menjadi pusat penyebaran madzhab Ahlussunnah Wal Jamaah sejak saat itu hingga sekarang. 

Bukan hanya di Mesir, tapi sayap Al-Azhar telah menggema di seluruh antero jagad. Selama ribuan tahun eksistensi Al-Azhar telah diakui, ia mampu melahirkan ribuan ulama yang berkompeten dalam bidangnya masing-masing, dan menjawab berbagai problematika yang dihadapi umat Islam. Maka dari itu, tidak berlebih kiranya apa yang sering diungkapkan oleh para ulama, bahwa ka’bah adalah kiblat untuk sholat, dan Al-Azhar adalah kiblat untuk ilmu.

Layaknya piramid yang ribuan tahun tak pernah roboh diterpa panas dan badai, sebagai institusi tertua di dunia, dimana banyak institusi lainnya yang berdiri sezaman dengannya saat ini hanya tinggal nama dan sejarah, berbeda dengan Al-Azhar yang tetap eksis. Hal ini karena Al-Azhar mempunyai sebuah keistimewaan yang tak dimiliki lainnya. Syaikh Usamah Sayyid Al-Azhari menyebutnya sebagai sebuah “Manhaj”, yang telah diwariskan oleh para ulama Al-Azhar dari generasi dahulu ke generasi selanjutnya, dan telah dipegang teguh oleh mayoritas umat Islam di seluruh dunia, yaitu manhaj Aswaja (baca: Ahlussunnah wal Jamaah), dengan menganut empat madzhab dalam bidang fikih, Hanafi, Maliki, Syafii dan Hanbali. 

Al-Allamah Prof. Dr. Ali Gomaa, mantan Mufti Agung Republik Arab Mesir sekaligus guru besar Al-Azhar, pernah mengungkapkan dalam salah satu majelisnya, bahwa Al-Azhar adalah salah satu keajaiban milik umat Islam seluruh dunia, karena Allah SWT menjagannya  berabad-abad untuk melestarikan ajaran ulama salaf dengan manhaj Ahlussunnah wal Jamaah, serta menjadi benteng dari pemahaman-pemahaman radikal maupun liberal yang meresahkan masyarakat Islam belakangan ini. Oleh karena itu, beliau selalu berpesan kepada para murid untuk selalu rajin datang ke mejelis-majelis ilmu yang ada di ruwaq-ruwaq masjid Al-Azhar, mentransfer ilmu dari seorang guru ke murid, hingga benar-benar sanad keilmuan yang didapat adalah murni terjaga keasliannya, dan diharapkan kelak ketika sudah berkiprah di masyarakat adalah menjadi seorang panutan dan tauladan umat, memahami dan mengajarkan agama dengan ilmu yang utuh, bukan pengetahuan yang setengah-tengah. 

Berangkat dari penjelasan Dr. Ali Gomaa diatas, sebenarnya begitulah cita-cita dan harapan besar Al-Azhar kepada setiap pelajar yang datang dari berbagai Negara, untuk mengais serpihan ilmu yang tersebar luas di Al-Azhar, selain belajar di Jami’ah (universitas), seharusnya mereka juga menyempatkan diri untuk belajar berbagai cabang ilmu di Jami’ (masjid), karena Al-Azhar bukan hanya Jami’ah tapi juga Jami’. Begitu juga seperti apa yang pernah diungkapkan oleh Prof. Dr. Abdul Fadhil Al-Qushi, bahwa masa depan Al-Azhar berada ditangan para alumninya, karena mereka-lah yang akan menjadi duta Al-Azhar di seluruh dunia. 

Setiap tahunnya, Al-Azhar selalu ramai dengan banyaknya mahasiswa baru yang ingin mengais ilmu darinya. Dari ujung Timur hingga Barat, dari bangsa Arab maupun ‘Ajam, semua berbondong-bondong untuk berangkat ke Negeri Musa ini, dengan satu tujuan, yaitu Al-Azhar As-Syarif. Sama halnya dengan para pelajar dari Indonesia, atau yang biasa akrab disebut dengan masisir (red: mahasiswa Indonesia di Mesir), ratusan pelajar dari berbagai daerah dan pulau di Nusantara berkumpul jadi satu, dibawah bendera Al-Azhar. Lazimnya mahasiswa baru, ketika baru datang di Mesir, tentu tujuan utama mereka tak lepas dari belajar. Bertahun-tahun menguras ilmu dari Al-Azhar, ada yang menempuh program sarjana, magister, bahkan doktor, hingga tiap tahunnya Indonesia tak pernah kekurangan kader-kader terbaiknya dari Mesir untuk pulang dan kembali membangun Negeri ketika sudah selesai masa studinya, mengaplikasikan ilmu yang didapat dari Al-Azhar untuk membantu kehidupan masyarakat, menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang hingga bisa mewarnai di segala bidang. Apapun profesi yang akan dijalani, baik menjadi seorang da’i, pengusaha, dokter, maupun yang lainnya, semua harus tetap mempunyai satu tujuan yang sama sebagai duta Al-Azhar, yaitu menebar risalah Al-Azhar di bumi pertiwi. 

Namun, realita yang terjadi dilapangan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, jika semua pelajar dan alumni Al-Azhar di Indonesia bersama-sama merenungi,  sejak tahun berapa Al-Azhar  mengeluarkan alumninya? Berapa banyak alumni Al-Azhar yang sudah berkiprah di Indonesia? Apakah saat ini, detik ini, Al-Azhar sudah dikenal banyak orang? Apakah masyarakat Indonesia sudah mengenal para ulama dan masyayikh Al-Azhar? Dan sejauh mana, nama guru-guru kita, para ulama Al-Azhar menggema di Indonesia? Sungguh sangat ironis, jika ada pelajar Al-Azhar yang sudah menghabiskan waktunya selama bertahun-tahun di Mesir tapi ketika sudah lulus, mendapat ijazah dan pulang, mereka lupa dengan almamater yang telah membesarkan dirinya. Apalagi, jika ada dari alumni yang berdakwah dengan metode yang berbelakangan dengan manhaj Al-Azhar, bukannya ikut berpartisipasi dalam “kampanye” berkidmah untuk membesarkan nama Al-Azhar dan ulamanya, malah merusak nama baik Al-Azhar di masyarakat. Wal Iyadzu Billah

Oleh karena itu, jangan bangga jika anda hanya mempunyai ijazah Al-Azhar, karena ijazah hanyalah selembar kertas yang tertulis nilai dan tersimpan rapi di lemari. Akan tetapi, banggalah jika anda telah memiliki ruh Al-Azhar dan jiwa  seorang Azhari, karena itulah yang akan anda perjuangkan kelak di Indonesia. 

Terakhir, bagi para pelajar yang masih berada di Mesir, hendaknya kembali disibukkan dengan aktivitas-aktivitas ilmiah, terlebih untuk mendekatkan diri dengan masyayikh Al-Azhar. Relasi tidak bisa dibangun sesaat, tapi butuh mulazamah yang kuat dan terus-menerus untuk bisa membesarkan nama Al-Azhar dan ulamanya di Negeri tercinta. 

-Allahu Ta’ala A’lam Bis Showab-

By : Achmad Dzulfikar Fawzi
(Mahasiswa tingkat akhir, Fakultas Syariah, Universitas Al-Azhar)

Kairo, 22 Oktober 2015


0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About