A. Masalah
Shalat adalah perintah wajib bagi seluruh umat Islam,
barang siapa yang meninggalkannya maka ia berdosa. Shalat juga memiliki tata
cara tersendiri demi menjaga keabsahannya, disana terdapat syarat wajib shalat,
rukun shalat dan hal-hal yang membatalkannya. Dalam mengerjakan rukun, apabila
ada satu rukun saja yang ditinggalkan, maka shalatnya dianggap tidak sah.
Mayoritas ulama telah bersepakat bahwa membaca surat
Al-Fatihah termasuk rukun dalam shalat. Dan mereka juga sepakat bahwa lafaz basmalah
(baca: bismillahirrahmanirrahim) merupakan bagian dari ayat ketiga Q.S
An-Naml. Namun mereka berbeda pendapat, apakah lafaz basmalah termasuk
bagian dari awal surat Al-Fatihah?, dan apakah ia juga termasuk dalam bagian
setiap surat yang ada dalam Al-Quran?
Berikut adalah pendapat para ulama empat madzhab
tentang kedudukan lafaz basmalah dan hukum membacanya dalam shalat.
B. Pembahasan
a. Kedudukan
Basmalah dalam Surat Al-Quran
1. Imam Syafi’i berpendapat bahwa basmalah
merupakan bagian dari surat Al fatihah dan semua surat yang ada dalam Al Quran,
beliau menggunakan dalil Naqli (Al-Quran atau Hadits) dan Aqli (akal)
sebagai berikut:
حديث
أبى هريرة عن النبى –ص- قال : اذا قرأتم الحمد لله رب العالمين فاقرؤوا بسم الله
الرحمن الرحيم , انها أم القران م أم الكتاب و السبع المثانى و بسم الله الرحمن
الرحيم أحد اياتها .
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Rasulullah SAW
bersabda: “Jika kalian membaca Alhamdulillahirabbil’alamin, maka bacalah
Bismillahirrahmanirrahim, karena ia adalah induk dari Al-Quran, al-Sab’u
al-Matsani, tujuh ayat yan diulang (surat Al-Fatihah) dan Bismillahirrahmanirrahim
adalah salah satu ayatnya.
Beliau juga mengatakan, bahwa dalam mushaf induk juga
ditulis lafaz basmalah pada awal surat Al-fatihah dan awal setiap surat
lainnya kecuali At-Taubah. Para ulama’ terdahulu tidak akan menuliskan apapun
dalam mushaf induk kecuali itu adalah ayat Al-Quran, karena menjaga agar Al-Quran
tidak tercampur dengan apa yang selain Al-Quran.
2. Imam Malik berpendapat bahwa lafaz basmalah bukan
termasuk ayat dalam Al Quran, dan juga bukan awal dari setiap surat. Beliau
mengambil hukum dari hadits yang diriwayatkan oleh ummul mukminin Aisyah
R.A:
حديث عائشة رضى الله عنها : قالت : كان
رسول الله – ص – يفتتح الصلاة باالتكبير والقراءة بالحد لله رب العالمين .
Diriwayatkan dari Aisyah R.A, ia berkata: Rasulullah
SAW memulai shalat dengan takbiratul ihram, kemudian membaca
alhamdulillahirabbilalamin.
3. Imam Hanafi berpendapat bahwa lafaz basmalah adalah sebuah ayat yang
diturunkan sebagai pemisah antara satu surat dengan surat lainnya. Penulisan lafaz basmalah pada semua
Mushaf Al Quran, menunjukan bahwa ia merupakan satu ayat yang sempurna. Beliau berdalil
dengan beberapa riwayat yang datang dari para sahabat, diantaranya:
ما روى عن
الصحابة أنهم قالوا : كنا لا نعرف انقضاء
السورة حتى ينزل بسم الله الرحمن الرحيم .
(Diriwayatkan dari para sahabat, mereka berkata: “Kami
tidak mengetahui pemisah surat (dalam Al-Quran), sampai diturunkan
bismillahirrahmanirrahim”).
ما روى عن
ابن عباس : أن رسول الله – ص – لا يعرف فصل السورة حتى ينزل عليه بسم الله الرحمن
الرحيم .
(Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW
tidak mengetahui pemisah surat, sampai diturunkan kepadanya
bismillahirrahmanirrahim).
b. Hukum Membaca Basmalah dalam Shalat
1. Imam Malik: Beliau melarang membaca basmalah
dalam shalat wajib, baik shalat yang bersifat jahr (dikeraskan
bacaannya), atau shalat yang bersifat sirr (dipelankan bacaannya), dan
juga baik membacanya itu pada awal surat Al-Fatihah atau yang lainnya. Akan
tetapi, beliau membolehkan membaca basmalah dalam shalat sunnah.
2. Imam Abu
Hanifah: Beliau
berpendapat bahwa basmalah dibaca secara pelan, dalam surat Al-Fatihah
pada setiap rakaat, dan dianjurkan pada selain surat Al-Fatihah.
3. Imam Syafi’i: Beliau berpendapat bahwa basmalah itu
wajib dibaca di awal surat Al-Fatihah bagi orang yang shalat, baik shalat jahr
atau sirri.
4. Imam Ahmad: Beliau berpendapat bahwa basmalah itu
dibaca secara sirri dan bukan jahr.
Allahu Talaa A'lam bis Shawab,-
Kitab Rujukan:
1. Al-Syaqafah, Khalid bin Abdullah, al-Dirasah
al-Fiqhiyyah ala Madzhab al-Imam al-Syafi’i fi al-Ibadah, Dar al-Salam,
Kairo.
2. Shadru al-Din, Abu Abdillah Muhammad bin
Abdurrahman al-Dimasyqi, Rahmah al-Ummah fi Ikhtilaf al-Aimmah, Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah, Beirut.
3. Dewan Pengajar Jurusan Tafsir dan Ulumul
Quran, Universitas Al-Azhar, Mesir, Min Tafsir al-Ayat al-Ahkam, Kairo.
Ditulis oleh : Achmad Dzulfikar Fawzi (Mahasiswa Tingkat Akhir, Fakultas Syariah Islamiyah, Universitas Al-Azhar, Mesir).
0 komentar:
Posting Komentar