Senin, 12 September 2016

Idul Adha; Simbol Kepatuhan Anak kepada Orang Tua


Di balik menara masjid Al-Azhar yang telah berdiri kokoh lebih dari satu abad, tersimpan banyak cerita, suka, duka, keluh, tangis, tawa, senyum, bagi semua orang yang pernah singgah dan bersimpuh di dalamnya. Masjid ini diberkahi, masjid yang senantiasa dilantunkan kalam-kalam ilahi sejak seribu tahun silam, masjid yang melahirkan banyak ulama pemegang tali persatuan umat, masjid yang meneteskan air mata rindu kepada Rasulullah saw., masjid yang megalirkan rasa takut kepada Allah swt., masjid dimakmurkan oleh Allah, masjid Al-Azhar al-Syarif.

Hari ini, 12/9/2016 merupakan hari yang sangat istimewa bagi semua umat Islam di seluruh penjuru dunia, hari raya kurban, atau idul adha. Kaum muslimin berkumpul dalam satu saf untuk bersama mengagungkan Tuhannya, bertakbir, bertasbih, dan bertahmid. Tak ada yang membedakan antara satu muslim dengan muslim lainnya, baik warna kulit, ras, suku, maupun bangsa, semua berbaur menjadi satu dalam barisan hamba yang tunduk dan patuh atas titah sang Pencipta.

Tahun ini merupakan kali keempat saya menjalankan ibadah hari raya di Negeri Musa, bersama teman-teman seperjuangan yang juga mengadu nasib yang sama dengan impian besar di masa mendatang. Setelah menunaikan salat subuh, kami bersiap berangkat menuju masjid Al-Azhar untuk mengikuti prosesi pelaksanaan salat idul adha. Suasana pagi ini begitu ramai, para masyarakat lokal dan pelajar pendatang terlihat dari berbagai arah, mereka mulai memadati area dalam masjid, hingga pelataran. Gema takbir dikumandangkan secara khidmat dan takzim, satu persatu jamaah mengisi saf yang masih kosong, sampai tiba waktu ikamah dan kami bersiap untuk menunaikan sunnah baginda Nabi saw., dalam salat hari raya idul adha.


Entah mengapa, hari ini seakan terasa sangat dekat, sosok sang ayah dan ibu yang sudah lama tak kulihat paras wajah mereka yang mulia. Bagi semua anak, momen lebaran yang lazimnya digunakan untuk meminta maaf seraya mencium tangan tuanya dengan segala kerendahan hati dan diri, tidak bisa kami lakuakan karena keterbatasan tempat dan waktu, bagi kami yang berada di belahan bumi lainnya hanya dapat berbicara dan meminta maaf kepada mereka dengan via telpon atau media sosial lainnya. Suasana idul adha kali ini benar-benar khusyuk dan penuh khidmat.  

Puncaknya adalah saat imam membacakan ayat tentang kisah perjalanan Nabi Ibrahim a.s. yang diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putranya Ismail, padahal penantian sang buah hati sangat lama ditunggu-tunggu, tapi tak lama setelah ia datang malah ada perintah untuk menyembelih sang buah hati. Peristiwa ini diabadikan dalam Q.S. Al-Shaffat ayat 102, yang artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”. Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

Dari penggalan surat diatas, tercermin sebuah keluarga yang dibangun dengan ketakwaan hidup hanya dengan menggantungkan semua urusannya kepada keridhaan Allah swt., seorang anak yang masih belum dewasa bisa-bisanya menjawab dengan kemantapan hati, bahwa dirinya siap untuk disembelih asalkan itu memang benar perintah dari Tuhannya. Bagaimana jka hal tersebut terjadi kepada kita?, maka sang ayahpun tak kuasa menahan tangis dalam dirinya, namun perintah dari Allah harus tetap dijalankan, dan keduanya pun berpasrah diri dengan keputusan-Nya. Itulah bukti kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya.

Jika kisah Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. dapat kita ambil benang merah, disana terdapat sebuah rahasia yang sangat besar ketika kita mematuhi perintah orang tua, selagi tidak bertentangan dengan perintah Allah swt.. Hal ini telah dicontohkan sendiri oleh Nabi Ismail, ia dengan ikhlas mematuhi perintah ayahnya untuk disembelih, yang mana sang ayah mendapatkan wahyu dari Allah untuk perintah itu. Dan pada akhirnya, Allah memberikan banyak kebaikan, dan balasan atas keikhlasan, kepatuhan, dan ketakwaan seorang anak kepada orang tua dan Tuhannya, diantaranya adalah rahmat yang diberikan Allah sehingga Ismail yang seharusanya disembelih tiba-tiba tergantikan dengan domba, Ismail pun mempunyai kedudukan yang tinggi disisi Tuhannya, sampai peristiwa ini dijadikan hari peringatan tahunan dalam idul adha untuk kita umat setelahnya.

Tak menutup kemungkinan, Allah juga memberikan kemuliaan yang sangat besar saat kita berusaha mematuhi semua perintah orang tua, dan membuat mereka bahagia. Maka di momen yang sangat istimewa ini, di hari raya idul adha,  hormatilah orang tua selagi mereka masih ada di sampingmu, muliakanlah mereka dengan penuh pengorbanan, sebanyak apapun kita berbuat baik kepada orang tua, itu semua masih belum cukup jika dibandingkan jasa mereka kepada anaknya. Karena keridhoan Allah swt., ada pada keridhoan orang tua pada anaknya.


Kairo, 10 Dzulhijjah 1437 H

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About