Di balik
menara masjid Al-Azhar yang telah berdiri kokoh lebih dari satu abad, tersimpan
banyak cerita, suka, duka, keluh, tangis, tawa, senyum, bagi semua orang yang
pernah singgah dan bersimpuh di dalamnya. Masjid ini diberkahi, masjid yang senantiasa
dilantunkan kalam-kalam ilahi sejak seribu tahun silam, masjid yang melahirkan
banyak ulama pemegang tali persatuan umat, masjid yang meneteskan air mata
rindu kepada Rasulullah saw., masjid yang megalirkan rasa takut kepada Allah
swt., masjid dimakmurkan oleh Allah, masjid Al-Azhar al-Syarif.
Hari
ini, 12/9/2016 merupakan hari yang sangat istimewa bagi semua umat Islam di
seluruh penjuru dunia, hari raya kurban, atau idul adha. Kaum muslimin
berkumpul dalam satu saf untuk bersama mengagungkan Tuhannya, bertakbir,
bertasbih, dan bertahmid. Tak ada yang membedakan antara satu muslim dengan
muslim lainnya, baik warna kulit, ras, suku, maupun bangsa, semua berbaur
menjadi satu dalam barisan hamba yang tunduk dan patuh atas titah sang Pencipta.
Tahun
ini merupakan kali keempat saya menjalankan ibadah hari raya di Negeri Musa,
bersama teman-teman seperjuangan yang juga mengadu nasib yang sama dengan
impian besar di masa mendatang. Setelah menunaikan salat subuh, kami bersiap
berangkat menuju masjid Al-Azhar untuk mengikuti prosesi pelaksanaan salat idul
adha. Suasana pagi ini begitu ramai, para masyarakat lokal dan pelajar
pendatang terlihat dari berbagai arah, mereka mulai memadati area dalam masjid, hingga
pelataran. Gema takbir dikumandangkan secara khidmat dan takzim, satu persatu
jamaah mengisi saf yang masih kosong, sampai tiba waktu ikamah dan kami bersiap
untuk menunaikan sunnah baginda Nabi saw., dalam salat hari raya idul adha.
Entah
mengapa, hari ini seakan terasa sangat dekat, sosok sang ayah dan ibu yang
sudah lama tak kulihat paras wajah mereka yang mulia. Bagi semua anak, momen
lebaran yang lazimnya digunakan untuk meminta maaf seraya mencium tangan tuanya
dengan segala kerendahan hati dan diri, tidak bisa kami lakuakan karena
keterbatasan tempat dan waktu, bagi kami yang berada di belahan bumi lainnya
hanya dapat berbicara dan meminta maaf kepada mereka dengan via telpon atau
media sosial lainnya. Suasana idul adha kali ini benar-benar khusyuk dan penuh khidmat.
Puncaknya
adalah saat imam membacakan ayat tentang kisah perjalanan Nabi Ibrahim a.s.
yang diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putranya Ismail, padahal
penantian sang buah hati sangat lama ditunggu-tunggu, tapi tak lama setelah ia
datang malah ada perintah untuk menyembelih sang buah hati. Peristiwa ini
diabadikan dalam Q.S. Al-Shaffat ayat 102, yang artinya: “Maka tatkala anak
itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata:
“Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
fikirkanlah apa pendapatmu!”. Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar”.
Dari
penggalan surat diatas, tercermin sebuah keluarga yang dibangun dengan
ketakwaan hidup hanya dengan menggantungkan semua urusannya kepada keridhaan Allah
swt., seorang anak yang masih belum dewasa bisa-bisanya menjawab dengan
kemantapan hati, bahwa dirinya siap untuk disembelih asalkan itu memang benar
perintah dari Tuhannya. Bagaimana jka hal tersebut terjadi kepada kita?, maka sang ayahpun tak kuasa menahan tangis dalam dirinya,
namun perintah dari Allah harus tetap dijalankan, dan keduanya pun berpasrah
diri dengan keputusan-Nya. Itulah bukti kecintaan seorang hamba kepada
Tuhannya.
Jika
kisah Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. dapat kita ambil benang merah, disana
terdapat sebuah rahasia yang sangat besar ketika kita mematuhi perintah orang
tua, selagi tidak bertentangan dengan perintah Allah swt.. Hal ini telah
dicontohkan sendiri oleh Nabi Ismail, ia dengan ikhlas mematuhi perintah
ayahnya untuk disembelih, yang mana sang ayah mendapatkan wahyu dari Allah
untuk perintah itu. Dan pada akhirnya, Allah memberikan banyak kebaikan, dan
balasan atas keikhlasan, kepatuhan, dan ketakwaan seorang anak kepada orang tua
dan Tuhannya, diantaranya adalah rahmat yang diberikan Allah sehingga Ismail
yang seharusanya disembelih tiba-tiba tergantikan dengan domba, Ismail pun
mempunyai kedudukan yang tinggi disisi Tuhannya, sampai peristiwa ini dijadikan
hari peringatan tahunan dalam idul adha untuk kita umat setelahnya.
Tak menutup
kemungkinan, Allah juga memberikan kemuliaan yang sangat besar saat kita
berusaha mematuhi semua perintah orang tua, dan membuat mereka bahagia. Maka di
momen yang sangat istimewa ini, di hari raya idul adha, hormatilah orang tua selagi mereka masih ada
di sampingmu, muliakanlah mereka dengan penuh pengorbanan, sebanyak apapun kita
berbuat baik kepada orang tua, itu semua masih belum cukup jika dibandingkan
jasa mereka kepada anaknya. Karena keridhoan Allah swt., ada pada keridhoan
orang tua pada anaknya.
Kairo,
10 Dzulhijjah 1437 H
0 komentar:
Posting Komentar