Jumat, 27 November 2015

Ternyata, Hanya Orang Buta yang Boleh menjadi Muazin di Masjid Al-Azhar!


Menjadi seorang muazin adalah sebuah keistimewaan yang diberikan Allah SWT. kepada para hamba-Nya yang terpilih. Semua umat Islam bisa mengumandangkan azan, tapi tidak semuanya terpilih untuk menjadi muazin di sebuah masjid ketika hendak menunaikan salat.

Rasulullah SAW., telah menjelaskan beberapa keutamaan bagi para muazin. Diantaranya adalah:

1. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yang artinya,“Sesungguhnya para muazin itu adalah orang yang paling ‘panjang lehernya’ pada hari kiamat.” (HR Muslim, Ahmad, dan Ibnu Majah). Para ulama menafsirkan kalimat ‘panjang leher’ dengan orang yang paling banyak pahalanya, paling banyak mengharapkan ampunan dari Allah, paling bagus balasan amal perbuatannya, dan orang yang paling dekat dengan Allah SWT.

2. Hadist riwayat Imam al-Nasa’i, dari Abu Hurairah R.A berkata, “Suatu ketika, kami sedang berada bersama Rasulullah SAW., lalu kami melihat Bilal mengumandangkan azan. Setelah selesai, Rasulullah SAW., kemudian bersabda, “Barang siapa yang mengumandangkan (azan) seperti ini dengan penuh keyakinan, maka dia dijamin masuk surga.” (H.R Nasa’i).

3. Hadist riwayat Imam Ibnu Majah, yang artinya; “Barangsiapa yang mengumandangkan azan selama dua belas tahun, maka wajib baginya surga. Dan dengan azannya tersebut, dalam setiap harinya akan dituliskan enam puluh kebaikan, & tiga puluh kebaikan untuk setiap iqamah yg ia lakukan”. (HR. Ibnu Majah)

Dari beberapa hadist diatas, sangat jelas sekali bahwa seorang muazin memiliki keutamaan dan keistimewaan yang sangat agung disisi Allah SWT.. Namun, ada sebuah fenomena unik yang jarang diketahui oleh banyak orang, yaitu diantara syarat menjadi muazin di Mesir adalah orang tunanetra, seperti yang terjadi di masjid Al-Azhar, Kairo. Sebuah masjid yang terkenal dengan institusi Islam tertua di dunia, kiblat umat Islam dalam mencari ilmu, dan banyak melahirkan ulama-ulama handal seantero jagad. Apa alasan para ulama Al-Azhar hanya menjadikan orang tunanetra sebagai muazin?



Sebelum berbicara tentang hal itu, mari sekilas kita perhatikan bentuk dan tata letak masjid Al-Azhar serta kondisi sosial masyarakat Mesir saat itu. Masjid Al-Azhar adalah sebuah bangunan kuno yang didirikan pada masa pemerintahan Dinasti Fathimiyah (297 H./909 M.) yang terletak di pusat keramaian kota, Kairo. Arsitektur masjid ini berbentuk segi empat, dengan sebuah halaman besar tanpa atap di bagian tengah masjid, dan dikelilingi oleh empat ruangan besar di sebelah kanan dan kiri halaman tersebut, atau sering disebut dengan ruwaq-ruwaq masjid. Sedangkan di lantai atas, terdapat beberapa ruangan yang dikhususkan untuk azan ketika masuk waktu salat. Dalam kitab “Masăjid Misr” karya Dr. Sa’ad Mahir Mahmud disebutkan bahwa masjid Al-Azhar memiliki enam ruangan khusus di lantai atas untuk para muazin saat mengumandangkan azan.

Dulu, saat zaman belum mengenal banyak teknologi, azan hanya dilakukan dengan lisan tanpa pengeras suara, muazin naik ke tempat yang lebih tinggi agar suaranya terdengar lebih keras dan menyebar pada orang-orang di sekelilingnya. Salah satu adat yang berlaku saat itu, adalah hanya orang tunanetra yang boleh mengumandangkan azan di lantai atas masjid, khususnya masjid Al-Azhar. Hal ini dilakukan untuk menjaga aurat para penduduk sekitar masjid, agar tidak terlihat oleh orang lain, termasuk muazin, karena bentuk bangunan di Mesir yang dijadikan rumah-rumah warga adalah bangunan susun bertingkat. Jika muazinnya tunanetra, otomatis para tetangga sekitar masjid juga lebih merasa nyaman, karena auratnya lebih terjaga dari pandangan orang lain.

Namun, seiring berkembangnya zaman, dimana teknologi sudah semakin maju dan banyak membantu kehidupan masyarakat, tradisi semacam ini (muazin harus orang tunanetra) mulai ditinggalkan. Sekarang, siapapun boleh menjadi muazin di masjid Al-Azhar, baik orang tunanetra ataupun tidak, karena saat ini telah tersedia pengeras suara, jadi para muazin tidak perlu lagi naik ke lantai atas, atau menara masjid untuk azan, cukup di dalam masjid dengan memakai pengeras suara.

Allahu Ta’la A’lam bis Shawab,-

By: Achmad Dzulfikar Fawzi

Kairo, 27 November 2015

 

Blogger news

Blogroll

About